} Chiko Takut Gelap - Rumah Kurcaci Pos

Chiko Takut Gelap

Dimuat di Majalah Bobo


CHIKO TAKUT GELAP
*FiFadila*

Matahari terbenam. Gelap pun merayap. Chiko mempercepat kepak sayapnya agar segera sampai di rumah pohonnya. Berkali-kali Chiko menengok ke belakang. Takut jika ada musuh memangsanya.
Chiko mengunci pintu rumah pohonnya rapat-rapat. Ia pun menyalakan lilin di setiap sudut ruangan. Dia duduk di kursi dengan wajah pucat. Ia menyalahkan dirinya karena terlalu asyik berlatih tari. Sehingga lupa bahwa malam yang menyeramkan sudah datang.
Tok Tok Tok. Suara ketukan pintu membuat Chiko bersembunyi di bawah meja.
            “Chiko, aku Vania. Buka pintunya.”
            Chiko lega. Dia segera membuka pintu dan menarik Vania masuk, “Cepat masuk sebelum kelelawar datang.”
            “Aduh Chiko, panas sekali rumahmu,” protes Vania memasuki rumahnya.
            Di rumah Chiko banyak lilin. Tapi pintu dan jendela tertutup semua.
            “Ratu Frilia memintamu menari di pesta Kerajaan besok. Kau tahu kan Ratu mengundang tamu dari kerajaan lain. Dia selalu memuji tarianmu yang gemulai.”
            Chiko ternganga. Pesta ulangtahun kerajaan selalu diadakan pada malam hari. Sedangkan dia takut keluar malam. Banyak hal buruk bisa terjadi dalam gelap. Ada perangkap sarang laba-laba. Ada kodokpemakan serangga. Ada jurai pohon beringin yang membuat serangga kecil sepertinya tersesat.
            Chiko bersedih, “Aku tidak mungkin datang. Bisakah kau cari kunang-kunang yang bisa menggantikanku?”
            “Astaga, kau masih takut keluar malam?”
            Celia menunduk malu.
            “Chiko, kau aneh. Kita ini kunang-kunang. Tubuh kita mengeluarkan cahaya dalam gelap.”  
            “Justru itu yang membuatku takut. Cahaya kita menarik perhatian para mangsa. Bagaimana kalau ada kelelawar menelanku?”
            “Ketakutanmu sangat berlebihan.Cobalah sekali saja kau keluar malam. tidak akan terjadi apa-apa padamu. Ratu  akan kecewa jika kau tidak datang.”   
            “Tolong jangan paksa aku. Kuharap Ratu mengerti,” Chiko memelas.
            “Sayang sekali,” seru Vania sebelum pulang, “Susah mencari penggantimu. Kau harus ijin sendiri pada Ratu.”
            Malam itu Chiko tidak bisa tidur. Dia kecewa tidak bisa hadir di pesta ulangtahun kerajaan. Tapi ketakutannya pada gelap lebih besar dari kekecewaannya. Chiko mondar-mandir. Dia memikirkan hadiah untuk Ratu. Dia berharap sebuah hadiah istimewa bisa mengobati kekecewaan Ratu.
            Di tengah kebingungannya, Chiko mendengar sesuatu. Ada suara tangis di luar. Awalnya dia mengira itu kucing hutan. Tapi ada sebuah nama yang menarik perhatiannya. Chiko mencari sumber suara. Persis di jendela.
            “Huhuhu… Ibunda Ratu, Zalia tersesat. Huhuhu…”
            Chiko mengenal suara itu. Zalia adalah putri termuda kerajaan kunang-kunang. Istana pasti panik. Chiko segera mengajak Putri Zalia masuk.
            Sambil menangis Putri Zalia menceritakan kecerobohannya, “Aku sedang cari bunga paling cantik untuk Ibunda Ratu. Sepertinya aku keluar istana terlalu jauh. Dan sekarang aku tersesat. Huhuhu… aku mau pulang.”
            Chiko kasihan pada putri kecil itu. Pendar cahaya PutriZalia sedikit pudar karena kebanyakan menangis. Chiko ingin mengantarkan Putri Zalia pulang. Tapi, dia sendiri takut keluar malam. Namun, jika putri tidak pulang, Ratu dan seluruh istana pasti panik.Chiko cemas memikirkan Ratu Frilia bersedih karena putrinya hilang.
            “Cup..cup.. jangan nangis. Aku akan mengantar Putri pulang,” kata Chiko akhirnya.
            Tangis Putri Zalia langsung sirna. Wajahnya cerah mendengar tawaran Chiko.
Chiko membuka pintu. Jantungnya mendadak berdegub kencang. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah gelap. Chiko bergidik. Dia kembali menutup pintu.
            “Bagaimana kalau kuantarkan besok pagi?” tanya Chiko gemetaran.
            Wajah cerah Putri Zalia kembali murung. Isakan kecil Putri Zalia kembali terdengar.
            “Baiklah, baiklah. Aku antar Putri sekarang. Jangan menangis lagi.”
Chiko menggandeng Putri Zalia erat-erat. Dengan jantung berdegub, Chiko terbang mengarungi malam.Chiko sangat hati-hati memilih jalan.
“Awas, ada sarang laba-laba di pohon itu,” Chiko menghindar dengan lincah,
“Kakak hebat melihat sarang itu. Pendar cahaya kakak terang sekali sih,” puji Putri Zalia.
Tiba-tiba di atas mereka melintas bayangan hitam. Chiko ketakutan. Itu adalah kelelawar. Satu kelelawar terbang cepat ke arah mereka. Chiko cepat menghindar ke sebuah pohon dan hampir menangis ketakutan.
“Kakak, lihat. Kelelawar makan buah jambu,” seru Putri Zalia.
Chiko melihat melihat seekor kelelawar menempel di pohon mangga. Dilihatnya Putri Zalia sama sekali tidak takut pada kelelawar. Ia merasa malu. Ternyata kelelawar makan buah. Bukan makan kunang-kunang.
Chiko mengajak Putri melanjutkan perjalanan. Kali ini mereka melewati sebuah kolam yang luas. Kawanan kodok berkwok-kwok di bawah mereka. Chiko terbang sangat tinggi. Dia takut lidah panjang kodok-kodok menangkapnya.
“Daag kodok. Kalian makan nyamuk saja ya. Kak Chiko punya cahaya terang untuk menghindari lidah panjang kalian,” Putri Zalia meleletkan lidah ke arah kolam.
Chiko merasa lega setelah menyeberangi kolam. Dia bisa melihat istana Ratu Frilia di depan mereka. Tak berapa lama kemudian mereka sudah berada di istana.
Ratu Frilia memeluk putrinya dengan erat. Ia sangat berterima kasih pada Chiko. Tidak lupa Ratu menyampaikan undangan padanya untuk menari di pesta kerajaan besok malam.
Tanpa ragu Chiko menerima undangan itu. Ternyata tidak ada yang perlu ditakutkan dalam gelap. Benar kata Vania, dia kan kunang-kunang. Pendar cahayanya bisa membantunya menghindari musuh dengan mudah.(*)







Subscribe to receive free email updates: