} Lulu Si Lampu Jalan - Rumah Kurcaci Pos

Lulu Si Lampu Jalan


Dimuat di Majalah Bobo


                                                     Lulu Si Lampu Jalan 
                                                       Oleh : Eni Lestari
Lulu adalah lampu yang diletakkan di pinggir jalan Delima, bersebelahan dengan Toto, si tong sampah. Ia ditempatkan di sana untuk menerangi jalan Delima saat malam hari.
Akhir-akhir ini, Lulu merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Ia merasa sangat lelah. Sinarnya juga meredup. Lulu pun menceritakan kegundahannya pada Toto.
“Sepertinya bola lampumu harus diganti. Sudah lama tidak diganti, kan?”
Lulu mengingat kapan terakhir kali bola lampunya diganti. Ya, Pak Syahdan, ketua RT daerah ini mengganti bola lampunya enam bulan lalu.
“Benar juga. Semoga Pak Syahdan sudah menyiapkan bola lampu pengganti untukku.”
“Ya, semoga saja. Kasihan orang-orang yang lewat jalan ini kalau malam. Mereka suka ketakutan karena jalan ini gelap.”
Lulu mengangguk sambil menatap langit. Langit berubah kelam. Sebentar lagi malam, waktunya Lulu menjalankan tugas sebagai penerang jalan Delima.
Tiba-tiba saja, Lulu merasa tubuhnya kesemutan. Lalu… byar! Bola lampunya menyala. Rupanya Pak Syahdan sudah menekan sakelar yang terhubung dengannya.
Lima menit setelah menyala, Lulu merasa sinarnya meredup. Ia mencoba menguatkan sinarnya. Hasilnya lampunya bersinar terang sekali. Rasanya malah lebih terang daripada sebelumnya.
“Sinarmu sangat menyilaukan, Lulu.” Toto menyipitkan matanya saat melihat Lulu.
“Aku sedang berusaha agar sinarku tidak mati.”
“Tapi, kalau kamu mengerahkan segenap sinarmu, bisa-bisa sinarmu tidak bertahan lama. Kamu tidak akan bertahan sampai besok pagi.”
Lulu tidak menghiraukan kata-kata Toto. Walau lelah, ia berusaha bersinar seterang mungkin. Apalagi malam ini mendung. Kalau sinarnya meredup, jalan Delima akan terlihat gelap. Lulu tidak mau itu sampai terjadi.
Sekitar pukul delapan malam, Selma memasuki jalan Delima. Gadis itu tinggal di ujung jalan. Tiap hari ia melewati jalan Delima, sepulangnya bekerja dari toko kue.
Selma lewat di depan Lulu. Lulu mempertahankan nyala lampunya seterang mungkin. Tiba-tiba ia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya. Lalu… pet! Sinar lampunya tiba-tiba mati.
“Apa yang harus kulakukan? Sinarku mati!” bisik Lulu pada Toto gelisah.
“Daya bola lampumu sudah sampai batasnya. Karena itu, sinarmu mati.”
Lulu menghela napas sedih. Ia melihat Selma terkejut karena tak ada yang menerangi jalannya.
“Tempat ini gelap sekali. Aku tidak bisa melihat apapun!” ucap Selma takut. Ia kemudian merogoh tasnya. “Untunglah aku membawa korek api yang ada senternya.” Selma berjalan sambil menyorotkan sinar dari korek api yang dibawanya.
Tak berapa lama, muncul Pak Nuril. Ia tinggal di dekat pos kamling. Tiap hari ia pulang dan pergi bekerja mengendarai sepeda tuanya.
“Gelap sekali di sini,” keluh Pak Nuril. Ia mengaduh saat sepedanya tak sengaja terantuk batu. Untunglah Pak Nuril sigap mengendarai sepedanya, sehingga ia tidak terjatuh.
“Sudah dua orang yang kesulitan gara-gara aku. Apa yang harus kulakukan?” ucap Lulu sedih.
“Tunggulah sampai besok. Semoga Pak Syahdan lekas mengganti bola lampumu,” hibur Toto.
Namun, keesokan harinya, Pak Syahdan tak kunjung mengganti bola lampu Lulu. Ternyata Pak Syahdan sedang keluar kota. Lulu mendengar kabar itu dari Bu Emi yang hendak berangkat ke pasar.
Lulu jadi cemas. Selama ini cuma Pak Syahdan yang peduli padanya. Ia yang mengganti bola lampu Lulu, menghidupkannya ketika menjelang petang, dan mematikannya ketika pagi hari.
Malam pun tiba. Jalan Delima jadi gelap sekali. Beberapa orang mengeluh tak bisa melihat dengan jelas. Bahkan Bisma, anak Pak Nuril lari terbirit-birit begitu melewati Lulu. Mungkin Bisma merasa melihat hantu. Padahal, tidak ada apa-apa di dekat Lulu.
Lulu terus mencoba menyalakan sinarnya. Sungguh usaha yang tidak mudah. Lulu sampai kelelahan dibuatnya.
“Usahamu sia-sia saja, Lulu. Daya bola lampumu sudah habis,” ujar Toto.
“Aku tidak boleh putus asa. Aku akan terus mencoba,” ucap Lulu optimis.
Tepat tengah malam, Lulu mendengar suara ingar bingar. Ia mendengar suara derap langkah dan teriakan, “Maling! Maling!” dari kejauhan.
Di antara keremangan malam, Lulu melihat seseorang datang. Orang itu bersembunyi di balik Toto.
“Jangan-jangan orang ini maling?” bisik Toto pada Lulu.
Lulu memerhatikan orang itu. Gerak-geriknya mencurigakan. “Aku akan berusaha menghidupkan sinarku agar orang ini ketahuan!”
Lulu mengerahkan tenaga untuk menyalakan sinarnya. Tiba-tiba saja, percik sinar muncul. Lulu berusaha lagi. Kini, sinarnya berkedip-kedip. Beberapa orang yang melihatnya segera mendekati Lulu. Maling yang sembunyi di balik Toto langsung lari keluar. Tapi, ia sudah keburu ketahuan. Orang-orang itu langsung menangkapnya.
Karena kelelahan, sinar Lulu langsung mati saat itu juga. Saat itulah, Pak Syahdan mendekati Lulu. Rupanya ia sudah pulang dari luar kota.
“Untunglah malingnya sudah tertangkap. Lampu jalan ini sangat berjasa, walau sinarnya cuma berkedip-kedip. Aku harus mengganti bola lampunya besok.”
Keesokan harinya, Pak Syahdan mengganti bola lampu Lulu. Saat dicoba, sinarnya sangat terang. Lulu tidak perlu bersusah payah untuk menyalakannya.
“Untunglah, bola lampumu sudah diganti,” ucap Toto.
“Ya, dengan begini aku tidak kelelahan lagi menyalakan sinarku!” seru Lulu gembira. Ia sungguh tidak sabar menanti malam tiba agar bisa menerangi jalan Delima.

Subscribe to receive free email updates: